JAKARTA, KOMPAS.com - Bank Indonesia (BI) resmi mengeluarkan aturan mengenai kepemilikan emas menggunakan akad murabahah. Dengan akad tersebut, nasabah bisa memiliki emas dengan cara mencicil.
Aturan yang tertuang dalam SE Nomor 14/16/DPbS perihal produk
pembiayaan kepemilikan emas (PKE) tersebut berlaku bagi bank umum
syariah (BUS), unit usaha syariah, dan bank perkreditan rakyat syariah
(BPRS). Objek PKE yang dimaksud ialah emas batangan maupun perhiasan.
Ada beberapa pokok yang ditekankan BI dalam aturan yang resmi meluncur
31 Mei 2012 ini. Pertama, bank syariah maupun UUS wajib memiliki
kebijakan dan prosedur tertulis secara memadai.
Kedua, agunan PKE
adalah emas yang dibiayai bank syariah atau UUS yang diikat secara
gadai, disimpan secara fisik di bank syariah atau UUS, serta tidak
dapat ditukar dengan agunan lain.
Ketiga, bank syariah atau
UUS dilarang mengenakan biaya penyimpanan dan pemeliharaan atas emas
yang digunakan sebagai agunan PKE.
Keempat, jumlah PKE per
nasabah maksimal Rp 150 juta. Nasabah dimungkinkan memperoleh PKE dan
Qardh Beragun Emas secara bersamaan dengan jumlah saldo secara
keseluruhan maksimal Rp 250 juta dan jumlah saldo untuk PKE maksimal Rp
150 juta.
Kelima, uang muka PKE minimal 20 persen untuk emas
batangan sedangkan untuk emas perhiasan minimal 30 persen. Keenam,
jangka waktu PKE dibatasi 2-5 tahun. Pembayarannya dilakukan secara
angsuran dalam jumlah yang sama setiap bulan.
Direktur
Eksekutif Departemen Perbankan Syariah BI Edy Setiadi mengungkapkan
aturan tersebut bertujuan memberi acuan bagi perbankan syariah
menjalankan PKE agar meningkatkan kehati-hatian bank yang menyalurkan
produk PKE.
"Aturan ini meski di satu sisi untuk membeli emas,
namun bukan itu sasarannya. Layanan ini bisa digunakan usaha mikro dan
kecil sebagai sarana untuk menabung. Sehingga sewaktu-waktu ada
keperluan mendadak bisa dipakai untuk berjaga-jaga," ungkap Edy, Jumat
(1/6/2012). (Astri Kharina Bangun/Kontan)
0 komentar:
Posting Komentar