Jakarta - Pihak Majelis Ulama Indonesia (MUI) setuju
jika harga BBM subsidi harus naik karena sangat membebani uang negara.
Tapi pemerintah tak perlu memberikan kompensasi uang tunai seperti
bantuan langsung tunai (BLT), karena manfaatnya kecil.
Ketua MUI
Amidan menyatakan, pemerintah harus mencari kompensasi yang lebih
bermanfaat dari sekedar BLT, namun juga tepat sasaran ke rakyat kecil.
"Jika
memang sudah sampai pada titik nadir dan membebani keuangan negara,
pemerintah silakan naikkan harga BBM subsidi, tetapi harus memberikan
kompensasi akibat dampak kenaikan harga tersebut khususnya kepada
masyarakat kecil atau miskin," kata Amidan ketika ditemui dalam acara
Masyarakat Ekonomi Syariah di Plaza Mandiri, Jakarta, Sabtu
(15/12/2012).
"Tapi kompensasi kepada masyarakat jangan dalam bentuk uang, jangan berikan rakyat uang," ucap Amidan.
Amidan
mengatakan, pemberian uang tunai ke rakyat miskin, bukan membantu
justru akan melemahkan masyarakat untuk berusaha dan hanya mengandalkan
bantuan tunai tersebut. "Jangan bentuk uang, sebetulnya menurut saya
justru tidak menolong, apalah artinya Rp 300.000 tetapi itu melemahkan
kekuatan mereka untuk berekonomi dan berusaha," tuturnya.
Amidan
mencontohkan, banyak alternatif yang bisa diberikan, seperti tidak
menahan kenaikan minyak tanah yang masih banyak digunakan rakyat kecil,
atau memberikan transportasi layak dan murah bagi rakyat.
"Ada
banyak bentuk kompensasi yang bisa diberikan kepada masyarakat, bisa
tidak menaikan harga minyak tanah terlalu tinggi, memberikan jatah
khusus BBM untuk angkutan umum, karena masyarakat miskin banyak
mengunakannya," cetusnya.
Seperti diketahui, anggaran subsidi BBM
di 2012 meningkat dari Rp 137 triliun menjadi Rp 219 triliun akibat
adanya tambahan kuota BBM subsidi dari 40 juta KL menjadi 4,4 juta KL.
Tapi ternyata jatah tersebut belum cukup dan pemerintah minta tambahan
lagi 1,2 juta KL dengan nilai sekitar Rp 6 triliun.
Dalam APBN-P
2012 disetujui anggaran subsidi energi Rp 225 triliun, dengan rincian
subsidi BBM Rp 137 triliun, subsidi listrik Rp 65 triliun, dan cadangan
risiko fiskal energi Rp 23 triliun.
Sebelumnya, Ketua Umum Kadin
Suryo Bambang Sulisto pernah mengatakan, subsidi BBM tidak tepat lagi.
Harga seliter BBM subsidi yang lebih murah dari 1 botol air mineral,
sudah tidak masuk akal.
Menurut Suryo, subsidi energi (BBM dan
listrik) yang mencapai hampir Rp 300 triliun dinilai terlalu besar, dan
habis hanya untuk dibakar.
"Bayangkan kalau Rp 300 triliun
tersebut dialihkan ke infrastruktur dan pendidikan. Banyak yang
merasakan dampaknya, seperti pembangunan infrastruktur efeknya akan
menciptakan lapangan kerja baru, meningkatkan geliat ekonomi, dan
pengusaha pastinya akan memanfaatkannya juga. Bandingkan dengan subsidi
BBM dan listrik saat ini, ya yang menikmati kita-kita ini (pengusaha)
dan orang mampu," paparnya.
Laporan Badan Pengatur Hilir Minyak
dan Gas (BPH Migas) juga mengatakan, seringkali terjadi penyelundupan
BBM subsidi yang jumlahnya
lumayan. Terakhir, ada sekitar 1.700
KL BBM subsidi diduga yang diselundupkan di Kalimantan. Bahkan ada juga
oknum aparat keamanan yang juga membekingi BBM subsidi untuk
diselundupkan ke industri.
Bahkan Menteri ESDM Jero Wacik
mengakui, selama ini penyelundupan BBM subsidi makin banyak karena harga
BBM subsidi yang terlalu murah yaitu Rp 4.500 per liter dibandingkan
BBM non subsidi sekitar Rp 9.700 per liter.
Jero Wacik tak
menampik adanya penyelundupan BBM subsidi. Bahkan menurut Jero, aksi
penyelundupan BBM subsidi makin banyak walaupun sudah banyak yang
tertangkap. Hal ini salah satunya disebabkan oleh makin lebarnya
perbedaan harga antara BBM subsidi dengan BBM non subsidi.
"Kita sudah tangkap mereka, tapi yang menyelundup makin banyak lagi, semakin banyak akal-akalan mereka," kata Jero.
0 komentar:
Posting Komentar