Sabtu, 15 Desember 2012

Kalau Harga BBM Naik, Tak Usah Beri Uang ke Rakyat

Jakarta - Pihak Majelis Ulama Indonesia (MUI) setuju jika harga BBM subsidi harus naik karena sangat membebani uang negara. Tapi pemerintah tak perlu memberikan kompensasi uang tunai seperti bantuan langsung tunai (BLT), karena manfaatnya kecil.

Ketua MUI Amidan menyatakan, pemerintah harus mencari kompensasi yang lebih bermanfaat dari sekedar BLT, namun juga tepat sasaran ke rakyat kecil.

"Jika memang sudah sampai pada titik nadir dan membebani keuangan negara, pemerintah silakan naikkan harga BBM subsidi, tetapi harus memberikan kompensasi akibat dampak kenaikan harga tersebut khususnya kepada masyarakat kecil atau miskin," kata Amidan ketika ditemui dalam acara Masyarakat Ekonomi Syariah di Plaza Mandiri, Jakarta, Sabtu (15/12/2012).

"Tapi kompensasi kepada masyarakat jangan dalam bentuk uang, jangan berikan rakyat uang," ucap Amidan.

Amidan mengatakan, pemberian uang tunai ke rakyat miskin, bukan membantu justru akan melemahkan masyarakat untuk berusaha dan hanya mengandalkan bantuan tunai tersebut. "Jangan bentuk uang, sebetulnya menurut saya justru tidak menolong, apalah artinya Rp 300.000 tetapi itu melemahkan kekuatan mereka untuk berekonomi dan berusaha," tuturnya.

Amidan mencontohkan, banyak alternatif yang bisa diberikan, seperti tidak menahan kenaikan minyak tanah yang masih banyak digunakan rakyat kecil, atau memberikan transportasi layak dan murah bagi rakyat.

"Ada banyak bentuk kompensasi yang bisa diberikan kepada masyarakat, bisa tidak menaikan harga minyak tanah terlalu tinggi, memberikan jatah khusus BBM untuk angkutan umum, karena masyarakat miskin banyak mengunakannya," cetusnya.

Seperti diketahui, anggaran subsidi BBM di 2012 meningkat dari Rp 137 triliun menjadi Rp 219 triliun akibat adanya tambahan kuota BBM subsidi dari 40 juta KL menjadi 4,4 juta KL. Tapi ternyata jatah tersebut belum cukup dan pemerintah minta tambahan lagi 1,2 juta KL dengan nilai sekitar Rp 6 triliun.

Dalam APBN-P 2012 disetujui anggaran subsidi energi Rp 225 triliun, dengan rincian subsidi BBM Rp 137 triliun, subsidi listrik Rp 65 triliun, dan cadangan risiko fiskal energi Rp 23 triliun.

Sebelumnya, Ketua Umum Kadin Suryo Bambang Sulisto pernah mengatakan, subsidi BBM tidak tepat lagi. Harga seliter BBM subsidi yang lebih murah dari 1 botol air mineral, sudah tidak masuk akal.

Menurut Suryo, subsidi energi (BBM dan listrik) yang mencapai hampir Rp 300 triliun dinilai terlalu besar, dan habis hanya untuk dibakar.

"Bayangkan kalau Rp 300 triliun tersebut dialihkan ke infrastruktur dan pendidikan. Banyak yang merasakan dampaknya, seperti pembangunan infrastruktur efeknya akan menciptakan lapangan kerja baru, meningkatkan geliat ekonomi, dan pengusaha pastinya akan memanfaatkannya juga. Bandingkan dengan subsidi BBM dan listrik saat ini, ya yang menikmati kita-kita ini (pengusaha) dan orang mampu," paparnya.

Laporan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) juga mengatakan, seringkali terjadi penyelundupan BBM subsidi yang jumlahnya

lumayan. Terakhir, ada sekitar 1.700 KL BBM subsidi diduga yang diselundupkan di Kalimantan. Bahkan ada juga oknum aparat keamanan yang juga membekingi BBM subsidi untuk diselundupkan ke industri.

Bahkan Menteri ESDM Jero Wacik mengakui, selama ini penyelundupan BBM subsidi makin banyak karena harga BBM subsidi yang terlalu murah yaitu Rp 4.500 per liter dibandingkan BBM non subsidi sekitar Rp 9.700 per liter.

Jero Wacik tak menampik adanya penyelundupan BBM subsidi. Bahkan menurut Jero, aksi penyelundupan BBM subsidi makin banyak walaupun sudah banyak yang tertangkap. Hal ini salah satunya disebabkan oleh makin lebarnya perbedaan harga antara BBM subsidi dengan BBM non subsidi.

"Kita sudah tangkap mereka, tapi yang menyelundup makin banyak lagi, semakin banyak akal-akalan mereka," kata Jero.

0 komentar:

Posting Komentar